KEBIJAKAN EKONOMI:
1.
Rencana
Pembangunan Lima Tahun (Repelita)
Di
awal kekuasaannya, Pemerintah Orde Baru mewarisi kemerosotan ekonomi yang
ditinggalkan oleh pemerintahan sebelumnya. Kemerosotan
ekonomi ini ditandai oleh rendahnya pendapatan
perkapita penduduk Indonesia yang hanya
mencapai 70 dollar AS, tingginya inflasi yang mencapai 65%, serta hancurnya
sarana-sarana ekonomi akibat konflik yang terjadi di akhir pemerintahan
Soekarno.
Untuk
mengatasi kemerosotan ini, pemerintah Orde Baru membuat program jangka pendek
berdasarkan Tap. MPRS No. XXII/MPRS/1966 yang diarahkan kepada pengendalian
inflasi dan usaha rehabilitasi sarana ekonomi, peningkatan kegiatan ekonomi,
dan pencukupan kebutuhan sandang. Program
jangka pendek ini diambil dengan pertimbangan apabila inflasi dapat
dikendalikan dan stabilitas tercapai, kegiatan ekonomi akan pulih dan produksi
akan meningkat.
Mulai
tahun 1 April 1969, pemerintah menciptakan landasan untuk pembangunan yang
disebut sebagai Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Repelita pertama yang mulai
dilaksanakan tahun 1969 tersebut fokus pada rehabilitasi prasarana penting dan
pengembangan iklim usaha dan investasi. Pembangunan sektor pertanian diberi
prioritas untuk memenuhi kebutuhan pangan sebelum membangun sektor-sektor lain. Pembangunan antara lain dilaksanakan dengan
membangun prasana pertanian seperti irigasi, perhubungan, teknologi
pertanian,
kebutuhan pembiayaan, dan kredit perbankan. Petani juga dibantu melalui
penyediaan sarana penunjang utama seperti pupukhingga pemasaran hasil produksi.
Repelita
I membawa pertumbuhan ekonomi naik dari rata-rata 3% menjadi 6,7% per tahun,
pendapatan perkapita meningkat dari 80 dolar AS menjadi 170 dolar AS, dan
inflasi dapat ditekan menjadi 47,8% pada akhir Repelita I pada tahun 1974.
Repelita II (1974-1979) dan Repelita III (1979-1984) fokus pada pencapaian
pertumbuhan ekonomi, stabilitas nasional, dan pemerataan pembangunan dengan
penekanan pada sektor pertanian dan industri yang mengolah bahan mentah menjadi
bahan baku. Pada tahun 1984,
Indonesia berhasil mencapai status swasembada beras dari yang tadinya merupakan
salah satu negara pengimpor beras terbesar di dunia pada tahun 1970-an. Fokus Repelita IV (1984-1989) dan Repelita
V (1989-1994), selain berusaha mempertahankan kemajuan di sektor pertanian,
juga mulai bergerak menitikberatkan pada sektor industri khususnya industri
yang menghasilkan barang ekspor, industri yang menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil
pertanian, dan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri.
2.
Swasembada Beras
Sejak
awal berkuasa, pemerintah Orde Baru menitikberatkan fokusnya pada pengembangan
sektor pertanian karena menganggap ketahanan pangan adalah prasyarat utama
kestabilan ekonomi dan politik. Sektor
ini berkembang pesat setelah pemerintah membangun berbagai prasarana pertanian
seperti irigasi dan perhubungan, teknologi pertanian, hingga penyuluhan bisnis. Pemerintah juga memberikan kepastian
pemasaran hasil produksi melalui lembaga yang diberi nama Bulog (Badan Urusan
Logistik).
Mulai
tahun 1968 hingga 1992, produksi hasil-hasil pertanian meningkat tajam. Pada
tahun 1962, misalnya, produksi padi hanya mencapai 17.156 ribu ton. Jumlah ini
berhasil ditingkatkan tiga kali lipat menjadi 47.293 ribu ton pada tahun 1992,
yang berarti produksi beras per jiwa meningkat dari 95,9 kg menjadi 154,0 kg
per jiwa. Prestasi ini merupakan
sebuah prestasi besar mengingat Indonesia pernah menjadi salah satu negara
pengimpor beras terbesar di dunia pada tahun 1970-an.
3.
Pemerataan Kesejahteraan Penduduk
Pemerintah
juga berusaha mengiringi pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan kesejahteraan
penduduk melalui program-program penyediaan kebutuhan pangan, peningkatan gizi,
pemerataan pelayanan kesehatan, keluarga berencana, pendidikan dasar,
penyediaan air bersih, dan pembangunan perumahan sederhana. Strategi ini dilaksanakan secara
konsekuen di setiap pelita. Berkat usaha ini, penduduk Indonesia berkurang dari
angka 60% pada tahun 1970-an ke angka 15% pada tahun 1990-an. Pendapatan
perkapita masyarakat juga naik dari yang hanya 70 dolar per tahun pada tahun
1969, meningkat menjadi 600 dolar per tahun pada tahun 1993.
Pemerataan
ekonomi juga diiringi dengan adanya peningkatan usia harapan hidup, dari yang
tadinya 50 tahun pada tahun 1970-an menjadi 61 tahun di 1992. Dalam kurun waktu
yang sama, angka kematian bayi juga menurun dari 142 untuk setiap 1.000
kelahiran hidup menjadi 63 untuk setiap 1.000 kelahiran hidup. Jumlah penduduk
juga berhasil dikendalikan melalui program Keluarga Berencana (KB). Selama dasawarsa 1970-an, laju pertumbuhan
penduduk mencapai 2,3% per tahun. Pada awal tahun 1990-an, angka tersebut dapat
diturunkan menjadi 2,0% per tahun.
PENATAAN
KEHIDUPAN EKONOMI:
1. Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
Untuk mengatasi keadaan ekonomi yang kacau sebagai peninggalan pemerintah Orde
Lama, pemerintah Orde Baru melakukan langkah-langkah:
-
Memperbaharui
kebijakan ekonomi, keuangan, dan pembangunan. Kebijakan ini didasari oleh
Ketetapan MPRS No. XXIII/MPRS/1966.
-
MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni
program penyelamatan serta program stabilisasi dan rehabilitasi.
Program
pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi nasional, terutama
stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Yang dimaksud dengan stabilisasi ekonomi
berarti mengendalikan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak terus.
Rehabilitasi ekonomi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana
ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi berencana
yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi ke arah terwujudnya masyarakat
adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Langkah-langkah
yang diambil Kabinet Ampera yang mengacu pada Ketetapan MPRS tersebut adalah:
-
Mendobrak kemacetan
ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang menyebabkan kemacetan. Adapun yang
menyebabkan terjadinya kemacetan ekonomi tersebut adalah:
1. Rendahnya penerimaan negara.
2. Tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran negara.
4. Terlalu banyak tunggakan hutang luar negeri.
5. Penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang
berorientasi pada kebutuhan prasarana.
-
Debirokrasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian
-
Berorientasi pada
kepentingan produsen kecil
Untuk melaksanakan langkah-langkah penyelamatan
tersebut, maka pemerintah Orde Baru menempuh cara:
-
Mengadakan
operasi pajak
-
Melaksanakan sistem
pemungutan pajak baru, baik bagi pendapatan perorangan maupun kekayaan dengan
cara menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang.
-
Menghemat pengeluaran
pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin), serta menghapuskan subsidi bagi
perusahaan Negara.
-
Membatasi kredit bank
dan menghapuskan kredit impor.
Program stabilsasi ini dilakukan dengan cara membendung laju
inflasi. Pemerintah Orde Baru berhasil membendung laju inflasi pada akhir tahun 1967-1968, tetapi harga bahan kebutuhan pokok naik melonjak.
Sesudah dibentuk Kabinet Pembangunan pada bulan Juli 1968, pemerintah
mengalihkan kebijakan ekonominya pada pengendalian yang ketat terhadap gerak
harga barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valuta
asing. Sejak saat itu ekonomi nasional relatif stabil, sebab kenaikan harga bahan-bahan
pokok dan valuta asing sejak tahun 1969 dapat dikendalikan pemerintah.
Program rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan kemampuan
berproduksi. Selama sepuluh tahun terakhir masa pemerintahan Orde Lama,
Indonesia mengalami kelumpuhan dan kerusakan pada prasarana sosial dan ekonomi.
Lembaga perkreditan desa, gerakan koperasi, dan perbankan disalahgunakan dan
dijadikan alat kekuasaan oleh golongan dan kelompok kepentingan tertentu.
Dampaknya, lembaga negara tidak dapat melaksanakan fungsinya sebagai penyusun
perbaikan tata kehidupan rakyat.
2. Kerjasama Luar Negeri
-
Pertemuan Tokyo
Selain mewariskan keadaan ekonomi
yang sangat parah, pemerintahan Orde Lama juga mewariskan utang luar negeri
yang sangat besar, yakni mencapai 2,2 - 2,7 miliar, sehingga pemerintah Orde
Baru meminta negara-negara kreditor untuk dapat menunda pembayaran kembali
utang Indonesia. Pada tanggal 19-20 September 1966 pemerintah Indonesia mengadakan perundingan
dengan negara-negara kreditor di Tokyo. Pemerintah Indonesia akan melakukan usaha bahwa
devisa ekspor yang diperoleh Indonesia akan digunakan untuk membayar utang yang
selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor bahan-bahan baku. Hal ini mendapat
tanggapan baik dari negara-negara kreditor. Perundinganpun dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai kesepakatan sebagai berikut:
2. Pembayaran dilaksanakan secara angsuran, dengan
angsuran tahunan yang sama besarnya.
3. Selama waktu pengangsuran tidak dikenakan bunga.
4. Pembayaran hutang dilaksanakan atas dasar prinsip
nondiskriminatif, baik terhadap negara kreditor maupun terhadap sifat atau
tujuan kredit.
-
Pertemuan Amsterdam
Pada
tanggal 23-24 Februari 1967 diadakan perundingan di Amsterdam, Belanda yang bertujuan membicarakan kebutuhan Indonesia
akan bantuan luar negeri serta kemungkinan pemberian bantuan dengan syarat
lunas, yang selanjutnya dikenal dengan IGGI (Intergovernmental Group for Indonesia).
Pemerintah Indonesia mengambil langkah tersebut untuk memenuhi kebutuhannya
guna pelaksanaan program-program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi serta
persiapan-persiapan pembangunan. Di samping mengusahakan bantuan
luar negeri tersebut, pemerintah juga telah berusaha mengadakan penangguhan
serta memperingan syarat-syarat pembayaran kembali (rescheduling)
hutang-hutang peninggalan Orde Lama. Melalui pertemuan tersebut pemerintah Indonesia
berhasil mengusahakan bantuan luar negeri.
-
Pembangunan Nasional
Setelah berhasil memulihkan
kondisi politik bangsa Indonesia, maka langkah selanjutnya yang ditempuh
pemerintah Orde Baru adalah melaksanakan pembangunan nasional. Pembangunan
nasional yang diupayakan pemerintah waktu itu direalisasikan melalui Pembangunan
Jangka pendek dan Pembangunan Jangka Panjang. Pambangunan Jangka Pendek
dirancang melalui Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Setiap Pelita memiliki misi
pembangunan dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Sedangkan Pembangunan Jangka Panjang mencakup periode 25-30 tahun. Pembangunan
nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi
seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan Negara. Pembangunan nasional
dilaksanakan dalam upaya mewujudkan tujuan nasional yang tertulis dalam
pembukaan UUD 1945 yaitu:
1.
Melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah Indonesia
2.
Meningkatkan
kesejahteraan umum
3.
Mencerdaskan
kehidupan bangsa
4.
Ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial
Pelaksanaan
Pembangunan Nasional yang dilaksanakan pemerintah Orde Baru berpedoman pada
Trilogi Pembangunan dan Delapan jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman
tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik
dan ekonomi yang stabil. Isi Trilogi Pembangunan adalah:
1. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju
kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
2. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
Dan
Delapan Jalur Pemerataan yang dicanangkan pemerintah Orde Baru adalah:
1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat khususnya
pangan, sandang dan perumahan.
2. Pemerataan memperoleh kesempatan pendidikan dan
pelayanan kesehatan
3. Pemerataan pembagian pendapatan.
4. Pemerataan kesempatan kerja
5. Pemerataan kesempatan berusaha
6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam
pembangunan, khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
7. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah
Tanah Air
8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
Pelaksanaan Pembangunan Nasional
Seperti telah disebutkan di muka bahwa Pembangunan
nasional direalisasikan melalui Pembangunan Jangka Pendek dan Pembangunan
Jangka Panjang. Dan Pembangunan Jangka Pendek dirancang melalui program
Pembangunan Lima Tahun (Pelita). Selama masa Orde Baru, pemerintah telah
melaksanakan enam Pelita yaitu:
1.
Pelita I
Pelita
I dilaksanakan mulai 1 April 1969 sampai 31 Maret 1974, dan menjadi landasan awal pembangunan masa Orde
Baru. Tujuan Pelita I adalah meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus
meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan tahap berikutnya. Sasarannya adalah
pangan, sandang, perbaikan prasarana perumahan rakyat, perluasan lapangan
kerja, dan kesejahteraan rohani. Titik beratnya adalah pembangunan bidang
pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui
proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih
hidup dari hasil pertanian.
2.
Pelita II
Pelita
II mulai berjalan sejak tanggal 1 April 1974 sampai 31 Maret 1979. Sasaran utama Pelita II ini adalah tersedianya
pangan, sandang, perumahan, sarana prasarana, mensejahterakan rakyat, dan
memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II dipandang cukup berhasil.
Pada awal pemerintahan Orde Baru inflasi mencapai 60% dan pada akhir Pelita I
inflasi berhasil ditekan menjadi 47%. Dan pada tahun keempat Pelita II inflasi
turun menjadi 9,5%.
3.
Pelita III
Pelita
III dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 sampai 31 Maret 1984. Pelaksanaan Pelita III masih berpedoman pada Trilogi
Pembangunan, dengan titik berat pembangunan adalah pemerataan yang dikenal
dengan Delapan Jalur Pemerataan.
4. Pelita IV
Pelita IV dilaksanakan tanggal 1 April 1984 sampai 31 Maret 1989. Titik berat Pelita IV ini adalah sektor pertanian
untuk menuju swasembada pangan, dan meningkatkan industri yang dapat
menghasilkan mesin industri sendiri. Dan di tengah berlangsung pembangunan
pada Pelita IV ini yaitu awal tahun 1980 terjadi resesi. Untuk mempertahankan kelangsungan pembangunan
ekonomi, pemerintah mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal. Dan pembangunan
nasional dapat berlangsung terus.
5.
Pelita V
Pelita
V dimulai 1 April 1989 sampai 31 Maret 1994. Pada Pelita ini pembangunan ditekankan pada sector
pertanian dan industri. Pada masa itu kondisi ekonomi Indonesia berada pada
posisi yang baik, dengan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8% per tahun. Posisi
perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan.
Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
6. Pelita VI
Pelita VI dimulai 1 April 1994 sampai 31 Maret 1999. Program pembangunan pada Pelita VI ini ditekankan
pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian, serta
peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi
dipandang sebagai penggerak pembangunan.[butuh rujukan] Namun
pada periode ini terjadi krisis moneter yang
melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis
moneter dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian telah
menyebabkan proses pembangunan terhambat, dan juga menyebabkan runtuhnya
pemerintahan Orde Baru.
KELEBIHAN:
· Perkembangan GDP per kapita Indonesia yang pada tahun 1968
hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari AS$1.565.
· Sukses transmigrasi
· Sukses KB
· Sukses memerangi buta huruf
· Sukses swasembada pangan
· Pengangguran minimum
· Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
· Sukses Gerakan Wajib Belajar
· Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
· Sukses keamanan dalam negeri
· Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia
· Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk
dalam neger
KEKURANGAN:
1. Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
2. Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya
kesenjangan pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena
kekayaan daerah sebagian besar disedot ke pusat
3. Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena
kesenjangan pembangunan, terutama di Aceh dan Papua
4. Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para
transmigran yang memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada
tahun-tahun pertamanya
5. Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan
yang tidak merata bagi si kaya dan si miskin)
6. Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama
masyarakat Tionghoa)
7. Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan
8. Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang dibredel
9. Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan,
antara lain dengan program "Penembakan Misterius"
10. Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke
pemerintah/presiden selanjutnya)
11. Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit
penyakit Asal Bapak Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena
tanpa birokrasi yang efektif negara pasti hancur.
12. Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu
sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.
13. Pelaku ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% aset
kekayaaan negara dipegang oleh swasta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar